Selasa, 20 September 2011

Nelson Tansu: Profesor Termuda asal Indonesia di Lehigh University, Amerika


Membaca namanya, orang mungkin tidak akan menyangka bahwa ia adalah orang Indonesia. Tapi jika membaca biografinya, barulah orang akan percaya bahwa sosok bernama Nelson Tansu tersebut adalah 100% Indonesia. Nelson Tansu adalah putra bangsa kelahiran Medan, 20 Oktober 1977 dengan segudang prestasi yang membanggakan dan sudah diakui dunia internasional. Bayangkan saja, pria Medan ini sudah meraih 11 penghargaan dan memiliki tiga hak paten atas penemuan risetnya. Selain itu, di usia yang belum menginjak 30 tahun, ia sudah meraih gelar profesor bidang electrical engineering di Amerika Serikat.

Dalam perjalanan hidup dan karirnya, Nelson mengakui mendapat dukungan yang besar dari keluarga terutama kedua orang tua dan kakeknya. “Mereka menanamkan mengenai pentingnya pendidikan sejak saya masih kecil sekali,” ujarnya.
Ketika Nelson masih SD, kedua orang tuanya sering membanding-bandingkan Nelson dengan beberapa sepupunya yang sudah doktor. Perbandingan tersebut sebenarnya kurang pas. Sebab, para sepupu Nelson itu jauh di atas usianya. Ada yang 20 tahun lebih tua. Tapi, Nelson kecil menganggapnya serius dan bertekad keras mengimbangi sekaligus melampauinya.

Waktu akhirnya menjawab imipian Nelson tersebut. “Jadi, terima kasih buat kedua orang tua saya. Saya memang orang yang suka dengan banyak tantangan. Kita jadi terpacu, gitu,” ungkapnya. Nelson mengaku, mendiang kakeknya dulu juga ikut memicu semangat serta disiplin belajarnya. “Almarhum kakek saya itu orang yang sangat baik, namun agak keras. Tetapi, karena kerasnya, saya malah menjadi lebih tekun dan berusaha sesempurna mungkin mencapai standar tertinggi dalam melakukan sesuatu,” jelasnya.

Nelson muda merupakan lulusan terbaik dari SMA Sutomo 1 Medan. Kecerdasannya juga mengantarkannya menjadi finalis dari Indonesia dalam sebuah olimpiade fisika internasional. Ia meraih gelar sarjana dari Wisconsin University yang ditempuhnya dalam 2 tahun 9 bulan dengan predikat Summa Cum Laude. Gelar PhD pun diraihnya dalam usia 26 tahun di universitas yang sama.

Nelson mengaku, orang tuanya hanya membiayai pendidikannya hingga sarjana. Selebihnya, karena otaknya yang encer, ia menjadi rebutan tawaran beasiswa. Dia juga merupakan orang Indonesia pertama yang menjadi profesor di Lehigh University, tempatnya bekerja sekarang. Tesis doktoralnya mendapat award sebagai “The 2003 Harold A. Peterson Best ECE Research Paper Award” mengalahkan 300 tesis doktoral lainnya.

Lebih dari 84 hasil riset maupun karya tulisnya dipublikasikan di berbagai konferensi dan jurnal ilmiah internasional. Sering diundang menjadi pembicara utama di berbagai seminar, konferensi dan pertemuan intelektual, terutama di Washington DC.

Selain itu, dia sering datang ke berbagai kota lain di AS dan luar AS seperti Kanada, sejumlah negara di Eropa, dan Asia. Yang mengagumkan, sudah ada tiga penemuan ilmiahnya yang dipatenkan di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers.

Biarpun sudah lama berada di Amerika Serikat, Nelson tetap memegang paspor hijaunya, dan tidak mengganti kewarganegaraannya. Di setiap kali memulai mengajar, Nelson selalu berujar “I am Nelson Tansu, and I am an Indonesian”.

Copas from i-4.or.id

Senin, 19 September 2011

Kapan yaa.. Pendidikan Kita Lebih Baik..??

Menelusuri Jejak Penerima Beasiswa

Ditulis Oleh Kurniawan Basuki    13-09-2011,
Saya merupakan salah seorang dari ribuan mahasiswa penerima beasiswa Unggulan DEPDIKNAS, yang berkesempatan untuk mengikuti Sandwich Like Program ke Malaysia. Selaku mahasiswa S3, tugas utama saya adalah mencari bahan untuk melengkapi  penyusunan disertasi, namun secara diam-diam saya melakukan penelitian lain yang tidak saya publikasikan dan tidak kalah pentingnya. Hasilnya cukup pengejutkan!
Dari hasil  pengamatan yang saya lakukan di Malaysia, terdapat sekitar 4000 orang dosen disana yang berasal dari Indonesia, yang latar belakang pendidikan mereka pernah dibiayai oleh pemerintah Indonesia. Mereka adalah orang-orang cerdas sekaligus merupakan aset membanggakan yang kita miliki.

Pertanyaan yang muncul dalam benak saya adalah, “Mengapa mereka mengabdi untuk Negara lain sementara mereka pernah mengenyam dana pendidikan dari Indonesia?” terus terang geram rasanya mendapati kenyataan seperti ini. Mengapa ini bisa terjadi. Melalui beberapa kesempatan saya coba untuk menggali informasi dari beberapa dosen tersebut terkait masalah ini. Alhasil sebagian besar dari mereka memberikan jawaban yang relatif sama.

Alasan mereka melakukan ini karena
1.          Setelah mereka lulus pendidikan dari luar negeri dengan beasiswa dari Pemerintah Indonesia, dan kembali ke tanah air, meraka kesulitan untuk mengembangkan kemampuan/keahliannya di tanah air karena terkendala oleh biaya, kepentingan lembaga dan birokrasi.
2.          Di Negara tempat mereka mengabdi saat ini, gaji dan fasilitas yang diberikan lebih besar daripada yang didapatkan ditanah air.
3.          Mereka diberikan dana dan akses untuk berkreasi dan meneliti dengan catatan, hasil penelitian yang mereka lakukan merupakan hak dari perguruan tinggi tempat mereka mengabdi saat ini.
Menurut penulis ini merupakan “kejahatan” yang terselubung, karna SDM kita yang notabene orang-orang cerdas dan pilihan sudah dirampok kekayaan intelektualnya. Sementara pemerintah Indonesia sudah membesarkan mereka dengan uang rakyat, mestinya mereka mengabdi pada Negara ini.
Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghimbau pada pihak-pihak terkait selaku provider beasiswa hendaknya:
1.       buatlah aturan yang lebih mengikat pada calon mahasiswa penerima beasiswa, agar kelak setelah selesai mereka dapat mengabdi kembali di negeri ini.
2.       Lakukan pemanggilan pada dosen-dosen terbaik kita yang mengabdi dinegeri orang, untuk kembali mengajar di tanah air dan berikan fasilitas yang memadai untuk penelitian, tanpa intervensi dari pihak manapun.
3.        Evaluasi Program Beasiswa sebaiknya tidak hanya sampai pada tahap laporan akademis mhs yg bersangkutan, namun sampe pada “sejauh mana kontribusi mahasiswa yang bersangkutan dapat memberikan makna bagi lembaga atau institusi pengirim” dan diberikan batas ikatan yang relatif lama, sehingga meminimalisir hengkangnya mereka ke luar negeri.
Semoga bermanfaat!!
KURNIAWAN BASUKI
Penerima Beasiswa Unggulan Depdiknas
Mhs s3 PTK UNY

Sumber  saya dapatkan dari:

Jumat, 16 September 2011

Dia Mengajarimu Untuk Bersabar


Seorang kawan bertanya dengan nada mengeluh.
“Dimana keadilan ALLAH?”, Ujarnya. “Telah lama aku memohon dan meminta padaNya satu hal saja. Kuiringi semua itu dengan segala kataatan padaNya. Kujauhi segala larangannya. Kutegakkan yang wajib. Kutekuni yang sunnah. Kutebarkan shadaqah. Aku berdiri di waktu malam. Aku bersujud di kala dhuha. Aku baca KalamNya. Aku upayakan sepenuh kemampuan mengikuti jejak RasulNya. tapi hingga kini ALLAH belum mewujudkan harapanku itu. Sama sekali.”

Saya menatapnya iba. Lalu tertunduk sedih.
“Padahal,” lanjutnya sambil kini berkaca-kaca.”Ada teman lain yang aku tahu ibadahnya berantakan. Wajib nya tak utuh. Sunnahnya tak tersentuh. Akhlaknya kacau. Otaknya kotor. Bicaranya bocor. tapi begitu dia berkata bahwa dia menginginkan sesuatu, hari berikutnya segalanya telah tersaji. Semua yang dia minta didapatkan. Dimana keadilan ALLAH?”

Rasanya saya punya banyak kata-kata untuk manghakiminya. Saya bisa saja mengatakan “Kamu sombong. Kamu bangga diri dengan ibadahmu. Kamu menganggap hina orang lain. Kamu tertipu oleh kebaikanmu sebagaimana iblis telah terlena! Jangan heran kalau doamu tidak diijabah. Kesombonganmu telah menghapus segala kebaikan. Nilai dirimu hanya anai-anai beterbangan. Mungkin kawan yang kau rendahkan jauh lebih tinggi kedudukannya di sisi ALLAH karena dia merahasiakan amal shalihnya!”
Saya bisa mngucapkan itu semua. Atau banyak kalimat kebenaran lainnya.
Tapi saya sadar. ini ujian dalam dekapan ukhuwah. maka saya memilih sudut pandang lain yang saya harap lebih bermakna baginya daripada sekedar terinsyafkan tapi sekaligus terluka. Saya khawatir, luka akan bertahan jauh lebih lama daripada kesadarannya.

Maka saya katakan padanya,
“Pernahkan engkau di datangi pengamen?”

“Maksudmu?”
“ya, pengamen,” lanjut saya seiring senyum, “pernah?”
“iya. Pernah” wajahnya serius. matanya menatap saya lekat-lekat.
“Bayangkan jika pengamennya adalah seorang yang berpenampilan seram, bertato, bertindik, dan wajahnya garang mengerikan. Nyanyiannya lebih mirip teriakan yang memekakkan telinga. Suaranya kacau, balau, parau, sumbang, dan cemprang.

Lagunya malah menyakitkan ulu hati, sama sekali tak dapat dinikmati. Apa yang akan kau lakukan?”
“Segera kuberi uang,” jawabnya, “Agar segera berhenti menyanyi dan cepat-cepat pergi.”
“Lalu bagaimana jika pengamen itu bersuara emas, mirip sempurna dengan Ebit G.Ade atau sam bimbo yang kau suka, menyanyi dengan sopan dan penampilannya rapi lagi wangi; apa yang kau lakukan?”

“Kudengarkan, kunikmati hingga akhir lagu,” dia menjawab sambil memejamkan mata, mungkin membayangkan kemerduan yang dicanduinya itu. “Lalu kuminta dia menyanyikan lagu yang lain lagi. Tambah lagi. dan lagi”
Saya tertawa.
Dia tertawa.

“Kau mengerti kan?” tanya saya.
“Bisa saja ALLAH juga berlaku begitu pada kita, para hambaNya. JIka ada manusia yang fasik, keji, mungkar, banyak dosa, dan dibenciNya berdoa memohon padaNya, mungkin akan Dia firmankan pada malaikat : Cepat berikan apa yang dia minta. Aku muak mendengar ocehannya. Aku benci menyimak suaranya. Aki risi mendengar pintanya!”

“Tapi,” saya melanjutkan sambil memastikan dia mencerna setiap kata,
“Bila yang menadahkan tangan adalah hamba yang dicintaiNya, yang giat beribadah, yang rajin bersedekah, yang menyempurnakan wajib dan menegakkan yang sunnah; maka mungkin saja ALLAH akan berfirman pada malaikatNya :
Tunggu! Tunda dulu apa yang menjadi hajatnya. Sungguh Aku bahagia bila diminta. Dan biarlah hambaKu ini terus meminta, terus berdoa, terus menghiba. Aku menyukai doa-doanya. Aku menyukai kata-kata dan tangis isaknya. Aku menyukai khusyuk dan tunduknya. Aku menyukai puja dan puji yang dilantunkannya. Aku tak ingin dia menjauh dariKu setelah mendapat apa yang dia pinta. Aku mencintai-Nya.”
“Oh ya?” matanya berbinar. “Betul demikiankah yang terjadi padaku?”

“Hm… Pastinya aku tak tahu,” jawab saya sambil tersenyum.
dia terkejut. segera saya sambung sambil menepuk pundak-nya, “aku hanya ingin kau berbaik sangka.”
Dan dia tersenyum. Alhamdulillah…

ada banyak hal yang tak pernah kita minta
tapi ALLAH tiada alpa menyediakan untuk kita
seperti nafas sejuk, air segar, hangat mentari,
dan kicau burung yang mendamai hati
jika demikian, atas doa-doa yang kita panjatkan
bersiaplah untuk diijabah lebih dari apa yang kita mohonkan.

Sumber: Di atas sajadah Cinta
Setelah membaca artikel ini, rasanya ingin berbagi dengan teman-teman.. Moga bermanfaat ya.. Saya mengutip dari sini :
http://ustadchandra.wordpress.com/2011/05/04/dia-mengajarimu-untuk-bersabar/

Kamis, 08 September 2011

Amal yang Berbuah Cinta Allah

Sumber: Ustad Aam Amirudin/Republika

 Orang yang paling bahagia adalah orang yang menjadi kekasih Allah. Seorang hamba yang menjadi kekasih Allah pasti akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Amal saleh merupakan fondasi utama yang akan mengantarkan kita menjadi kekasih-Nya.
Lalu bagaimana caranya agar ibadah yang kita lakukan bisa mengantarkan pada cinta Allah SWT? Paling tidak ada lima kiat yang harus kita lakukan.

Pertama, lakukan ibadah dengan penuh cinta. Cinta manusia kepada Allah adalah puncak cinta manusia yang paling bening dan jernih. Cinta sebagai media untuk mengikat atau menghubungkan hamba dengan Allah. Adanya kerinduan ingin bertemu dengan Allah bukan hanya dengan berkomunikasi dalam bentuk salat, doa, zikir dan membaca Al Quran tetapi diwujudkan juga dalam sikap istiqamah atau konsisten dalam berpegang teguh pada ajaran Islam.
Rasulullah SAW mengingatkan: "Seorang hamba tidak disebut beriman kecuali bila aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya dan manusia seluruhnya." (HR Bukhari).
Kedua, lakukan amal saleh secara maksimal sesuai dengan kemampuan. Seorang pengusaha tidak mungkin sukses tanpa mengalami rintangan. Seorang pelajar tidak mungkin menjadi ilmuwan tanpa melalui tahap pendidikan dan ujian. Begitu pula dengan surga. Seorang hamba yang berniat ingin meraih kenikmatan surga, tentu saja harus melewati tahapan ujian dari Allah.

Ketiga, mujahadah, yakni bersungguh-sungguh melakukan amal saleh sehingga setan tidak memiliki peluang untuk menggelincirkan manusia ke dalam kesesatan. Allah SWT akan memberikan petunjuk ke jalan yang diridoi-Nya kepada orang yang ibadahnya disertai mujahadah.
Sifat mujahadah ini tampak jelas pada Rasulullah SAW yang selalu melakukan salat malam hingga kedua tumitnya bengkak. Ketika itu, Aisyah RA bertanya: "Mengapa engkau lakukan hal ini (salat malam), bukankah Allah SWT sudah mengampuni dosamu yang sudah lalu dan yang akan datang?" Rasulullah SAW bersabda: "Bukankah sepantasnya aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?" (HR Bukhari dan Muslim).

Keempat, sabar ketika beramal. Ibadah apa pun, salat, puasa, zakat, haji, salat malam maupun ibadah lainnya, hendaknya dilaksanakan dengan sabar.

Kelima, berjamaah dalam melakukan amal saleh. Sebuah peribahasa menyebutkan: "Seekor harimau tidak akan pernah menerkam kambing yang sedang berkelompok." Peribahasa itu menunjukkan, musuh takut akan perlawanan yang dilakukan secara berkelompok. Begitu juga setan. Ia akan kesulitan menggelincirkan manusia dalam kesesatan jika ibadah selalu dikerjakan secara berjamaah. Apalagi, ibadahnya disertai dengan keikhlasan yang murni karena Allah SWT.
"Tidaklah tiga orang penghuni desa atau penghuni pegunungan yang tidak mendirikan salat berjamaah kecuali mereka telah dikuasai oleh setan. Karena itu, hendaknya kamu melakukan salat dengan berjamaah karena harimau hanya mau menangkap kambing yang sedang sendirian." (HR Abu Daud dan Nasa'i).
Semoga Allah SWT memberi kekuatan kepada kita untuk meraihnya. Amin.

Copy Paste dari Yahoo ni artikel...